-->

Kamis, 12 Juli 2012

PENGERTIAN DAN TIPOLOGI PESANTREN

A.   Pengertian Pesantren
Pesantren menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ”asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji....” Akar kata Pesantren berasal dari kata ”santri”, yaitu istilah yang pada awalnya digunakan bagi orang-orang yang menuntut ilmu agama di lembaga pendidikan tradisional Islam di Jawa dan Madura. Kata santri mendapat awalan ”pe” dan akhiran ”an”, yang berarti tempat para santri menuntut ilmu. Dalam pemakaian bahasa modern, santri memiliki arti sempit dan arti luas. Dalam pengertian sempit, santri adalah seorang pelajar sekolah agama, sedangkan pengertian yang lebih luas dan umum, santri mengacu pada seorang anggota bagian penduduk Jawa yang menganut Islam dengan sungguh-sungguh, rajin shalat, pergi ke masjid pada hari jum’at dan sebagainya.
Setidaknya ditemukan empat teori tentang asal kata santri, yaitu adaptasi dari Bahasa Sansekerta, Jawa, Tamil dan India. Abu Hamid menganggap bahwa perkataan pesantren berasal dari bahasa sansekerta yang memperoleh wujud dan pengertian tersendiri dalam Bahasa Indonesia. Ia berasal dari kata sant yang berarti orang baik dan disambung dengan kata tra yang berarti menolong. Jadi santra berarti orang baik yang suka menolong. Sedangkan pesantren berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik.
Nurcholis Majid mengajukan dua pendapat yang dapat dipakai sebagai acuan untuk melihat asal-usul perkataan santri. Pendapat pertama mengatakan bahwa santri berasal dari kata sastri dari Bahasa Sansekerta, yang artinya melek huruf. Pendapat kedua menyatakan bahwa kata santri berasal dari Bahasa Jawa ”cantrik”, artinya seseorang yang mengabdi kepada seorang guru. Misalnya, seseorang yang ingin menguasai keahlian atau kepandaian dalam pewayangan, menjadi dalang atau menabuh gamelan, ia akan mengikuti seseorang yang sudah ahli di bidang pewayangan tersebut. Pola hubungan guru-cantrik kemudian diteruskan. Pada proses evolusi selanjutnya, istilah guru-cantrik berubah menjadi guru-santri. Karena guru dipakai secara luas, untuk guru yang terkemuka kemudian digunakan kata kyai, yang mengandung arti tua atau sakral, keramat dan sakti. Pada perkembangan selanjutnya, dikenal istilah kyai-santri.
Sedangkan menurut Johns, sebagaimana dikutip Dhofier, bahwa pesantren berasal dari Bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan C. C. Berg, juga dikutip Dhofier, mengatakan pesantren berasal dari Bahasa India shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, dan buku-buku pengetahuan. Robson, sebagaimana dikutip Asrohah, berpendapat bahwa kata santri berasal dari Bahasa Tamil sattiri yang diartikan orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan secara umum.

B.   Tipologi Pesantren
Dalam perkembangannya hingga kini, pesantren sebagai tempat para santri menuntut ilmu setidaknya telah dibuat tipologinya menjadi 2 kelompok. Pertama, tipologi pesantren dibuat berdasarkan elemen yang dimiliki. Kedua, tipologi pesatren didasarkan pada lembaga pendidikan yang diselenggarakannya.
Dengan mendasarkan kepada elemen yang dimiliki, Ziemek berkesimpulan bahwa pesantren pada akhir abad ke 20 M, dapat dibedakan menjadi 5 tipologi, diantaranya : Pola pertama, pesantren terdiri dari masjid dan rumah kyai. Pondok pesantren seperti ini masih bersifat sederhana, dimana kyai menggunakan masjid atau rumahnya sendiri untuk tempat mengajar. Dalam pondok pesantren tipe ini, santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu sendiri. Pesantren jenis ini khas untuk kaum sufi (pesantren tarekat) yang memberikan pengajaran bagi anggota tarekat. Pesantren jenis ini tidak memiliki pondokan sebagai asrama sehingga para santri tinggal bersama dirumah kyai. Pesantren ini merupakan pesantren paling sederhana yang hanya mengajarkan kitab dan sekaligus merupakan tingkat awal mendirikan pesantren. Pola kedua, terdiri dari masjid, rumah kyai, dan pondok menginap para santri yang datang dari daerah-daerah yang jauh. Pesantren jenis kedua ini sudah dilengkapi dengan pondokan dari kayu atau bambu yang terpisah dari rumah kyai. Pesantren ini memiliki semua komponen yang dimiliki pesantren klasik, seperti masjid, dan tempat belajar yang terpisah dari pondokan. Pola ketiga, terdiri dari masjid, rumah kyai, dan pondok dengan pembelajaran sistem wetonan dan sorogan, pondok pesantren tipe ketiga ini telah menyelenggarakan pendidikan formal seperti madrasah yang memberikan pelajaran umum dan berorientasi pada sekolah-sekolah pemerintah. Pola keempat, pondok pesantren tipe keempat ini selain memiliki komponen-komponen fisik seperti pola ketiga, juga memiliki komponen lain semisal, lahan pertanian, kebun, empang dan perternakan, serta juga menyelenggarakan pendidikan kursus atau pelatihan dalam bidang ketrampilan seperti menjahit, perbengkelan, koperasi, pertukangan kayu, kerajinan, dan sebagainya. Pola kelima, pondok pesantren yang telah berkembang dan bisa disebut pondok pesantren moderen. Di samping masjid, rumah kyai/ustasdz, pondok, madrasah, terdapat pula bangunan-bangunan fisik lain seperti, perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, rumah penginapan tamu (orang tua santri atau tamu umum), ruang operasi atau sebagainya. Jenis pesantren kelima adalah pesantren yang memiliki komponen pesantren klasik yang dilengkapi dengan sekolah formal mulai tingkat SD sampai Universitas. Seperti pesantren keempat, jenis ini memiliki program ketrampilan dan usaha-usaha pertanian dan kerajinan termasuk di dalamnya memiliki fungsi mengelola pendapatan, seperti koperasi. Program-program pendidikan yang berorientasi pada lingkungan mendapat prioritas, dimana pesantren mengambil prakarsa dan mengarahkan kelompok-kelompok swadaya di lingkungannya. Pesantren juga menggalang komunikasi secara intensif dengan pesantren-pesantren kecil, yang didirikan dan dipimpin oleh alumninya.
Sedangkan Husni Rahim, Abd. Rahman Assegaf dan Wardi Bakhriar membagi pesantren ke dalam 2 tipologi, yaitu : Pesantren salafiyah menurut Husni Rahim, adalah pesantren yang menyelenggarakan sistem pendidikan Islam non-klasikal dengan metode bandongan dan sorogan dalam mengkaji kitab-kitab klasik (kuning) yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama pada abad pertengahan. Pesantren Khalafiyah adalah pesantren yang telah mengadopsi sistem pendidikan klasikal dengan kurikulum tertata, mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum.
Assegaf berpendapat bahwa ciri pesantren salafiyah adalah non-klasikal, tradisional dan mengajarkan murni agama Islam, sedangkan pesantren yang berpola khalafiyah mempunyai lembaga pendidikan klasikal, modern, dan memasukkan mata pelajaran umum dalam madrasah yang dikembangkannya. Aktivitas pesantren tradisional difokuskan pada tafaqquh fi ad-din, yakni pendalaman pengalaman, perluasan, dan penguasaan khazanah ajaran Islam. Sedangkan pesantren yang telah memasukkan pelajaran umum di madrasah yang dikembangkannya atau membuka sekolah umum, dan tidak hanya mengajarkan kitab Islam klasik, disebut dengan pesantren khalafiyah atau modern.
Berbeda dengan pendapat di atas, Wardi Bakhtiar memasukkan madrasah diniyah sebagai lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren salafiyah. Menurutnya, pesantren salafiyah yaitu pesantren yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Sistem madrasah diterapkan untuk mempermudah teknik pengajaran sebagai pengganti metode sorogan. Pada pesantren ini tidak diajarkan pengetahuan umum. Sedangkan pesantren khalafiyah, selain memberikan pengajaran kitab Islam klasik juga membuka sistem sekolah umum di lingkungan dan di bawah tanggung jawab pesantren.

Daftar Pustaka :
Abd. Rahman Assegaf. 2005. Politik Pendidikan Nasional : Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Proklamasi ke Reformasi. Yogyakarta : Kurnia Kalam.
Abu Hamid. 1983. ”Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan”. Jakarta : Rajawali Press
Clifford Geertz. 1983. Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : Pustaka Jaya
Hanun Asrohah. 2004. Pelembagaan Pesantren : Asal-usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Informasi Penelitian dan Diklat Keagamaan.
Husni Rahim. 2005. Madrasah Dalam Politik Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Manfred Ziemek. 1983. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta : P3M
Nurcholis Madjid. 1997. Bilik-bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta : Paramadina
Zamakhsari Dhofier. 1983. Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta : LP3ES
Wardi Bakhtiar, dkk. 1990. Perkembangan Pesantren di Jawa Barat. Bandung : Balai Penelitian IAIN Bandung.

Tidak ada komentar: