-->

Senin, 26 Desember 2011

HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA


Hubungan agama dan Negara modern secara teoristik dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) pandangan, yakni :
      a)      Paradigma Integralistik
Paradigma integralistik menganut paham konsep agama, dan Negara merupakan Negara kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu. Faham ini juga memberikan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini menjelaskan bahwa agama tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik atau Negara.
Dalam pergulatan agama dan Negara modern, pola hubungan integratif ini kemudian melahirkan konsep tentang agama-agama, yang berarti kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan.
b)     Paradigma Simbiotik
Menurut paradigma simbiotik, hubungan agama dan Negara berbeda pada posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Dalam konteks ini, agama membutuhkan Negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, Negara juga memerlukan agama, karena agama juga membantu Negara dalam pembinaan moral, etika, dan sprirutual warga negaranya. Menurut Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan dua entitas yang berbeda, tapi saling membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal adanya kontrak sosial tetapi bisa diwarnai oleh hukum dengan kata lain, agama tidak mendominasi kehidupan bernegara, sebaliknya ia menjadi sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
c)      Paradigma Sekularistik
Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan yang jelas antara agama dan Negara. Agama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh melakukan intervensi satu sama lain. Negara adalah urusan publik, sedangkan agama merupakan wilayah pribadi masing-masing individu warga negara.
Berdasarkan pemahaman pada yang dikotomis ini, maka hukum positif yang berlaku adalah hukum yang berasal dari kesepakatan manusia melalui sosial kontrak yang tidak terkait sama sekali dengan hukum agama (syari’ah). Konsep sekularistik dapat ditelusuri pada pandangan Al Abdul Raziq yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah SAW, pun tidak ditemukan keinginan Nabi Muhammad SAW, untuk mendirikan negara Islam.

Tidak ada komentar: