-->

Selasa, 07 Februari 2012

MAHABBAH KEPADA RASULULLAH


Mahabbah berasal dari kata Ahabba, Yuhibbu, Mahabbatan, yang secara harfiah berarti ”mencintai secara mendalam”. Mahabbah dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak. Perasaan Mahabbah terhadap Rasulullah SW, adalah masalah yang amat prinsip. Mengapa demikian? Hal ini ditegaskan Nabi sendiri dalam Hadist :
لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين (رواه البخارى ومسلم)
Artinya : ”Tidak sempurna iman salah seorang diantara kamu sekalian sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sabda lain, Nabi Muhammad SAW, menyebutkan bahwa siapa saja yang mencintainya akan menjadi penghuni syurga.
من أحياسنتي فقد أحبني ومن أحبني كان معي فى الجنة (رواه البخارى عن أنس)
Artinya : ”Barangsiapa menghidupkan sunnahku maka sesungguhnya dia mencintaiku dan barang siapa mencintaiku maka dia bersamaku di dalam syurga”. (HR. Al Sajzi)
Jadi, iman kita tidak ada artinya apabila belum menjadikan Rasulullah SAW, sebagai orang yang paling dicintai dan paling disayang, sebab Rasulullah SAW, adalah petunjuk ke jalan yang benar sekaligus penegak keadilan. Tanpa diturunkannya beliau, kita akan tersesat dan tidak selamat. Karena pentingnya rasa mahabbah (cinta) tersebut, maka wajarlah apabila orang-orang yang memilikinya mendapat kemulian disisi Allah SWT.
Alkisah, ada seorang Baduwi datang dari dusun pedalaman dengan pakaian compang-camping, kancing bajunya terlepas, rambutnya tidak terjamah sisir, dan kakinya telanjang. Di hadapan Rasulullah SAW, orang baduwi tersebut bertanya : ”Hai Muhammad,
kapan datangnya hari kiamat?”. Nabi Muhammad SAW, sedikit tertegun, ada orang kok bertanya datangnya kiamat. Lalu Rasululllah SAW, berujar : ”Apakah kamu sudah siap dengan amal yang banyak?”. Orang Baduwi tersebut menjawab : ”Ya Rasulullah, saya ini orang dusun, mengenal Islam belum lama, shalat belum ajek (teratur), puasa belum sempurn, sedekah dan zakat belum saya kerjakan, apalagi haji. Saya ini orang melarat. Namun, begini Rasulullah, saya bermodalkan satu, yaitu senantiasa berangan-angan, kapan saya dapat bertemu dengan Baginda Rasullah SAW”. Nabi Muhammad SAW, menjawab : ”Engkau akan bersama dengan orang yang engakau cintai (maksudnya di syurga)”.
Kita mengenal Abu Lahab, dia adalah seorang kafir yang sangat memusuhi Rasullullah SAW, sehingga namanya disebut secara olok-olok dan caci maki di dalam Al Qur’an :
تبت يدآابي لهب وتب (اللهب : ۱)
Artinya : ”Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa”. (Al Lahab : 1)
Membaca ayat ini diyakini umat Islam di seluruh dunia sebagai suatu ibadah, seolah-olah mencaci-maki dia dengan membaca ayat tersebut mendapat pahala yang besar. Namun, karena Abu Lahab mempunyai rasa mahabbah dan bergembira atas kelahiran Rasullullah SAW, yaitu waktu mendengar Rasulullah lahir dia bersorak sorai, sehingga Umu Aiman yang member kabar kelahiran dianugerahi kemerdekaan. Abu Lahab yang dipastikan masuk neraka, setiap hari senin, hari lahirnya Rasulullah, dia dikeluarkan dari neraka, seolah-olah diliburkan dari siksa neraka. Apalagi kalau umat Islam yang menyatakan rasa mahabbah dan gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, cukupkah mengaku cinta (apalagi kepada Rasulullah SAW) hanya mengatakan ”Aku cinta padamu”. Tentu saja tidak cukup, tetapi harus ada bukti-bukti yang rasional.
Saya teringat seorang sufi dari Mesir, Rabi’ah Al Adawiyah. Untuk membuktikan rasa cintanya kepada Allah SWT, Beliau membuat syair :
أحبك حبين حب الهوى
وحبا لأنك أهل لﺬاك
فأما الﺬي هوحب الهوى
فشغلي بﺬكري عمن سواك
وأماالﺬي أنت أهل لﺬاك
فكشفك عني حتى أراك
فلا الحمد في ﺫاوﺫاك ليا
ولكن لك الحمد في ﺫاوﺫاك
Kucinta Engkau dengan dua cinta
Cinta asmara dan cinta karena memang Engkau selayaknya dicintai
Adapun cinta yang karena asmara
Kusenantiasa mengingat-Mu, melupakan selain Engkau
Sedang cinta karena memang Engkau selayaknya dicintai
Engkau telah membuka tabir diriku sehingga aku tahu siapa Engkau
Tiada pantas puji untukku dalam ini dan itu
Tapi puji adalah untuk-Mu dalam segala-galanya
Rabi’ah Al Adawiyah mencintai Allah SWT, dengan dua macam cinta. Pertama cinta irasional, yaitu dorongan asmara yang biasanya diwujudkan dalam lamunan, hayal, atau dalam impian. Kedua cinta rasional, yaitu cinta yang lahir karena melihat dengan perasaan kagum terhadap sifatnya sehingga dengan cinta jenis ini Rabi’ah Al Adawiyah patuh dan taat terhadap segala perintah dan larangan-Nya.
Begitu halnya di dalam kita mencintai Rasulullah SAW, seharusnya dengan dua macam cinta pula.
1.   Pertama, karena dorongan asmara. Manifestasi dari rasa cinta ini dapat diwujudkan dengan banyak membaca Shalawat dan mengamalkan apa yang tertera dalam Qasidah Al Barjanji, sebab disini penuh puji-pujian terhadap Rasulullah SAW. Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
أكثروا الصلاة علي فإن صلاتكم مغفرة لﺬنوبكم (رواه ابن عساكر عن الحسن)
Artinya : ”Memperbanyaklah kamu sekalian bershalawat kepadaku karena sesungguhnya shalawatmu kepadaku itu merupakan pengampunan bagi dosa-dosamu”. (HR. Ibnu Asakir)
Kemudian dalam sabda lain :
ألاأخبركم بأبخل الناس ؟ قالوا : بلى يارسول الله قال : من ﺫكرت عنده فلم يصل علي فﺬالك أبخل الناس .
Artinya : ”Ingatlah, Aku akan membertahu kepadamu tentang manusia yang paling pelit. Para sahabat berkata : Silahkan Ya Rasullullah. Nabi bersabda : Barangsiapa yang namaku disebut didekatnya tidak bershalawat kepadaku, itulah sepelit-pelit manusia”. (Al Hadist)
Jadi, orang-orang yang dianggap paling kikir terhadap Rasulullah SAW, adalah orang yang enggan membaca shalawat, apalagi sampai antipasti terhadap bacaan tersebut.
Berbicara tentang cinta memang asyik. Hanya dengan satu kata ”cinta” maka jarak jauh bisa jadi dekat, gunung bisa meletus, bahkan bumi dapat dilipat. Orang itu, apapun selalu taat kepada siapa saja yang dicintai, sampai-sampai kehilangan control diri. Hal ini dapat kita buktikan misalnya, pada tingkah laku para pemuda yang sedang jatuh cinta kepada seorang gadis. Dia sanggup menerjang dan menerobos halangan apapun untuk dapat bertemu dan mendapatkan kekasihnya. Hujan lebat tidak jadi persoalan, petir menyambar-nyambar tidak terdengar, gelap gulita bukan rintangan, lapar atau haus tidak terasa, bahkan sakit dapat sembuh seketika. Kata pujangga ”cinta itu buta” karena itu didalamnya ada unsur bilai (malapetaka).
Al kisah, konon seorang pemuda mendapat surat dari kekasihnya. Sebelum isi surat dibuka terlebih dahulu perangkonya dilepas lalu ditelan. Dalam surat balasan diceritakan bahwa hal itu dikerjakan karena berkeyakinan perangkonya pasti ditempel dengan ludahnya. Akan tetapi, ternyata tidak bahkan kekasihnya itu mengatakan :”terima kasih atas kemurnian cinta kasihmu, tetapi mohon maaf karena yang menempelkan perangko waktu itu bukan saya, melainkan abang becak”. Tentu saja pemuda tersebut nyengir kecut.
Seharusnya, rasa cinta dengan cara seperti itu juga untuk mencintai Nabi Muhammad SAW. Kita harus taat secara total, meniru perilakunya dan sering menyebut namanya. Sahabat Bilal pernah diperintah untuk membuang air seni Nabi tetapi setelah dibawa pergi ternyata diminum. Setelah ditanya sahabat Bilal menjawab bahwa perbuatan itu dilakukan karena cintanya kepada Nabi.
Diantara perwujudan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, tanda-tandanya adalah senantiasa mengharapkan dapat bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, walaupun hanya dalam mimpi. Sebab, mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, pada hakekatnya menggambarkan rupa yang sebenarnya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW, bersabda :
من رأني فى المنام فقد رأني فإن الشيطان لايتمثل بي (رواه البخارى وأحمد والترمﺬى عن أنس)
Artinya : ”Barangsiapa melihat aku dalam mimpi, maka sesungguhnya dia melihat aku. Karena sesungguhnya syaitan tidak dapat menyerupai aku”. (HR. Bukhari, Ahmad dan Turmudzi)
Penegasan Rasulullah bahwa siapa yang melihat dirinya berarti melihat wajah Nabi Muhammad SAW, secara nyata, hal ini dapat dilihat pada hadist lain :
من رأني فقد رأى الحق فإن الشيطان لايتزايابى (متفق عليه عن أبى قتادة)
Artinya : ”Barangsiapa melihat aku maka sesungguhnya dia telah melihat aku nyata, karena syaitan tidak bisa menyerupai aku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasa cinta terhadap Rasulullah itu mengandung beberapa keuntungan, diantaranya :
a.   Dengan rasa cinta terhadap Rasulullah SAW, segala yang dikatakan dan segala yang diperintahkan akan mudah kita percayai dan kita patuhi.
b.   Dengan rasa cinta kepada Rasulullah SAW, Insya Allah akan mimpi bertemu Rasulullah. Sedang mimpi bertemu Rasulullah menjadi tanda akan bertemu dengan Beliau di syurga.
2.   Kedua, Cinta karena simpati atau karena layak dicintai. Agar kita simpati terhada Rasulullah SAW, maka syarat utamanya harus mengenal apa, siapa, dan bagaimana Beliau. Bukankah simpati tidak mungkin tumbuh dari orang yang belum saling tahu, belum saling kenal dan belum saling mengerti? Bagi generasi muda harus melihat dan meneladani bagaimana prinsip perjuangan Rasulullah SAW, yang kita memang dituntut untuk menirunya. Allah SWT, berfirman sebagai berikut :
لقد كان لكم في رسول الله اسوة حسنة لمن كان يرجواالله واليوم الاخروﺫكرالله كثيرا (الأهزاب : ۲۱)
Artinya : ”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (keselamatan) pada hari kiamat serta banyak menyebut nama Allah”. (Al Ahzab : 21)

Sumber   : KH. Ali Ma'shum. 1993. Ajakan Suci : Pokok-pokok Pikiran Tentang Nahdlatul Ulama', Pesantren dan Ulama'. Pustaka Pelajar : Djogjakarta 

Tidak ada komentar: