A.
Pengertian Pesantren
Pesantren menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti ”asrama tempat santri atau tempat murid-murid
belajar mengaji....” Akar kata Pesantren berasal dari kata ”santri”, yaitu istilah yang pada awalnya
digunakan bagi orang-orang yang menuntut ilmu agama di lembaga pendidikan
tradisional Islam di Jawa dan Madura. Kata santri
mendapat awalan ”pe” dan akhiran ”an”, yang berarti tempat para santri
menuntut ilmu. Dalam pemakaian bahasa modern, santri memiliki arti sempit dan
arti luas. Dalam pengertian sempit, santri adalah seorang pelajar sekolah
agama, sedangkan pengertian yang lebih luas dan umum, santri mengacu pada
seorang anggota bagian penduduk Jawa yang menganut Islam dengan
sungguh-sungguh, rajin shalat, pergi ke masjid pada hari jum’at dan sebagainya.
Setidaknya ditemukan empat
teori tentang asal kata santri, yaitu adaptasi dari Bahasa Sansekerta, Jawa, Tamil
dan India. Abu Hamid menganggap bahwa perkataan pesantren berasal dari bahasa
sansekerta yang memperoleh wujud dan pengertian tersendiri dalam Bahasa Indonesia.
Ia berasal dari kata sant yang
berarti orang baik dan disambung dengan kata tra yang berarti menolong. Jadi santra
berarti orang baik yang suka menolong. Sedangkan pesantren berarti tempat untuk
membina manusia menjadi orang baik.
Nurcholis Majid mengajukan
dua pendapat yang dapat dipakai sebagai acuan untuk melihat asal-usul perkataan
santri. Pendapat pertama mengatakan bahwa santri berasal dari kata sastri dari Bahasa Sansekerta, yang
artinya melek huruf. Pendapat kedua menyatakan bahwa kata santri berasal dari Bahasa
Jawa ”cantrik”, artinya seseorang
yang mengabdi kepada seorang guru. Misalnya, seseorang yang ingin menguasai
keahlian atau kepandaian dalam pewayangan, menjadi dalang atau menabuh gamelan,
ia akan mengikuti seseorang yang sudah ahli di bidang pewayangan tersebut. Pola
hubungan guru-cantrik kemudian diteruskan. Pada proses evolusi selanjutnya,
istilah guru-cantrik berubah menjadi guru-santri. Karena guru dipakai secara
luas, untuk guru yang terkemuka kemudian digunakan kata kyai, yang mengandung
arti tua atau sakral, keramat dan sakti. Pada perkembangan selanjutnya, dikenal
istilah kyai-santri.
Sedangkan menurut Johns,
sebagaimana dikutip Dhofier, bahwa pesantren berasal dari Bahasa Tamil yang
berarti guru mengaji. Sedangkan C. C. Berg, juga dikutip Dhofier, mengatakan
pesantren berasal dari Bahasa India shastra
yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, dan buku-buku pengetahuan. Robson,
sebagaimana dikutip Asrohah, berpendapat bahwa kata santri berasal dari Bahasa Tamil
sattiri yang diartikan orang yang
tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan secara umum.
B.
Tipologi Pesantren
Dalam perkembangannya hingga
kini, pesantren sebagai tempat para santri menuntut ilmu setidaknya telah
dibuat tipologinya menjadi 2 kelompok. Pertama, tipologi pesantren dibuat
berdasarkan elemen yang dimiliki. Kedua, tipologi pesatren didasarkan pada
lembaga pendidikan yang diselenggarakannya.
Dengan mendasarkan kepada
elemen yang dimiliki, Ziemek berkesimpulan bahwa pesantren pada akhir abad ke
20 M, dapat dibedakan menjadi 5 tipologi, diantaranya : Pola pertama, pesantren terdiri dari masjid dan rumah kyai. Pondok
pesantren seperti ini masih bersifat sederhana, dimana kyai menggunakan masjid
atau rumahnya sendiri untuk tempat mengajar. Dalam pondok pesantren tipe ini,
santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu sendiri. Pesantren jenis
ini khas untuk kaum sufi (pesantren tarekat) yang memberikan pengajaran bagi
anggota tarekat. Pesantren jenis ini tidak memiliki pondokan sebagai asrama sehingga
para santri tinggal bersama dirumah kyai. Pesantren ini merupakan pesantren
paling sederhana yang hanya mengajarkan kitab dan sekaligus merupakan tingkat
awal mendirikan pesantren. Pola kedua,
terdiri dari masjid, rumah kyai, dan pondok menginap para santri yang datang
dari daerah-daerah yang jauh. Pesantren jenis kedua ini sudah dilengkapi dengan
pondokan dari kayu atau bambu yang terpisah dari rumah kyai. Pesantren ini
memiliki semua komponen yang dimiliki pesantren klasik, seperti masjid, dan
tempat belajar yang terpisah dari pondokan. Pola
ketiga, terdiri dari masjid, rumah kyai, dan pondok dengan pembelajaran
sistem wetonan dan sorogan, pondok pesantren tipe ketiga ini telah menyelenggarakan
pendidikan formal seperti madrasah yang memberikan pelajaran umum dan
berorientasi pada sekolah-sekolah pemerintah. Pola keempat, pondok pesantren tipe keempat ini selain memiliki
komponen-komponen fisik seperti pola ketiga, juga memiliki komponen lain
semisal, lahan pertanian, kebun, empang dan perternakan, serta juga
menyelenggarakan pendidikan kursus atau pelatihan dalam bidang ketrampilan
seperti menjahit, perbengkelan, koperasi, pertukangan kayu, kerajinan, dan
sebagainya. Pola kelima, pondok
pesantren yang telah berkembang dan bisa disebut pondok pesantren moderen. Di samping
masjid, rumah kyai/ustasdz, pondok, madrasah, terdapat pula bangunan-bangunan
fisik lain seperti, perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi,
toko, rumah penginapan tamu (orang tua santri atau tamu umum), ruang operasi
atau sebagainya. Jenis pesantren kelima adalah pesantren yang memiliki komponen
pesantren klasik yang dilengkapi dengan sekolah formal mulai tingkat SD sampai
Universitas. Seperti pesantren keempat, jenis ini memiliki program ketrampilan
dan usaha-usaha pertanian dan kerajinan termasuk di dalamnya memiliki fungsi
mengelola pendapatan, seperti koperasi. Program-program pendidikan yang
berorientasi pada lingkungan mendapat prioritas, dimana pesantren mengambil
prakarsa dan mengarahkan kelompok-kelompok swadaya di lingkungannya. Pesantren
juga menggalang komunikasi secara intensif dengan pesantren-pesantren kecil,
yang didirikan dan dipimpin oleh alumninya.
Sedangkan
Husni Rahim, Abd. Rahman Assegaf dan Wardi Bakhriar membagi pesantren ke dalam
2 tipologi, yaitu : Pesantren salafiyah menurut Husni Rahim, adalah pesantren
yang menyelenggarakan sistem pendidikan Islam non-klasikal dengan metode
bandongan dan sorogan dalam mengkaji kitab-kitab klasik (kuning) yang ditulis
dalam bahasa arab oleh ulama-ulama pada abad pertengahan. Pesantren Khalafiyah
adalah pesantren yang telah mengadopsi sistem pendidikan klasikal dengan
kurikulum tertata, mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum.
Assegaf
berpendapat bahwa ciri pesantren salafiyah adalah non-klasikal, tradisional dan
mengajarkan murni agama Islam, sedangkan pesantren yang berpola khalafiyah mempunyai
lembaga pendidikan klasikal, modern, dan memasukkan mata pelajaran umum dalam
madrasah yang dikembangkannya. Aktivitas pesantren tradisional difokuskan pada tafaqquh fi ad-din, yakni pendalaman
pengalaman, perluasan, dan penguasaan khazanah ajaran Islam. Sedangkan
pesantren yang telah memasukkan pelajaran umum di madrasah yang dikembangkannya
atau membuka sekolah umum, dan tidak hanya mengajarkan kitab Islam klasik,
disebut dengan pesantren khalafiyah atau modern.
Berbeda
dengan pendapat di atas, Wardi Bakhtiar memasukkan madrasah diniyah sebagai
lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren salafiyah. Menurutnya,
pesantren salafiyah yaitu pesantren yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik.
Sistem madrasah diterapkan untuk mempermudah teknik pengajaran sebagai
pengganti metode sorogan. Pada pesantren ini tidak diajarkan pengetahuan umum.
Sedangkan pesantren khalafiyah, selain memberikan pengajaran kitab Islam klasik
juga membuka sistem sekolah umum di lingkungan dan di bawah tanggung jawab
pesantren.
Daftar Pustaka :
Abd. Rahman Assegaf.
2005. Politik Pendidikan Nasional :
Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Proklamasi ke Reformasi.
Yogyakarta : Kurnia Kalam.
Abu Hamid. 1983. ”Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di
Sulawesi Selatan”. Jakarta : Rajawali Press
Clifford Geertz.
1983. Abangan, Santri dan Priyayi dalam
Masyarakat Jawa. Jakarta : Pustaka Jaya
Hanun Asrohah. 2004. Pelembagaan Pesantren : Asal-usul dan
Perkembangan Pesantren di Jawa. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan
Informasi Penelitian dan Diklat Keagamaan.
Husni Rahim. 2005. Madrasah Dalam Politik Pendidikan di
Indonesia. Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Manfred Ziemek. 1983.
Pesantren Dalam Perubahan Sosial.
Jakarta : P3M
Nurcholis Madjid.
1997. Bilik-bilik Pesantren : Sebuah
Potret Perjalanan. Jakarta : Paramadina
Zamakhsari Dhofier.
1983. Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai. Jakarta : LP3ES
Wardi Bakhtiar, dkk.
1990. Perkembangan Pesantren di Jawa
Barat. Bandung : Balai Penelitian IAIN Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar