Mahabbah
berasal dari kata Ahabba, Yuhibbu, Mahabbatan, yang secara
harfiah berarti ”mencintai secara mendalam”. Mahabbah dapat pula berarti suatu
usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi
dengan tercapainya gambaran yang mutlak. Perasaan Mahabbah terhadap Rasulullah
SW, adalah masalah yang amat prinsip. Mengapa demikian? Hal ini ditegaskan Nabi
sendiri dalam Hadist :
لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس
أجمعين (رواه البخارى ومسلم)
Artinya : ”Tidak sempurna iman salah seorang
diantara kamu sekalian sehingga saya lebih dicintai olehnya daripada orang
tuanya, anaknya dan manusia semuanya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sabda lain,
Nabi Muhammad SAW, menyebutkan bahwa siapa saja yang mencintainya akan menjadi
penghuni syurga.
من أحياسنتي فقد أحبني ومن
أحبني كان معي فى الجنة (رواه البخارى عن أنس)
Artinya : ”Barangsiapa menghidupkan sunnahku
maka sesungguhnya dia mencintaiku dan barang siapa mencintaiku maka dia
bersamaku di dalam syurga”. (HR. Al Sajzi)
Jadi, iman kita
tidak ada artinya apabila belum menjadikan Rasulullah SAW, sebagai orang yang
paling dicintai dan paling disayang, sebab Rasulullah SAW, adalah petunjuk ke
jalan yang benar sekaligus penegak keadilan. Tanpa diturunkannya beliau, kita
akan tersesat dan tidak selamat. Karena pentingnya rasa mahabbah (cinta)
tersebut, maka wajarlah apabila orang-orang yang memilikinya mendapat kemulian
disisi Allah SWT.
Alkisah, ada
seorang Baduwi datang dari dusun pedalaman dengan pakaian compang-camping,
kancing bajunya terlepas, rambutnya tidak terjamah sisir, dan kakinya
telanjang. Di hadapan Rasulullah SAW, orang baduwi tersebut bertanya : ”Hai
Muhammad,
kapan datangnya hari kiamat?”. Nabi Muhammad SAW, sedikit tertegun, ada orang kok bertanya datangnya kiamat. Lalu Rasululllah SAW, berujar : ”Apakah kamu sudah siap dengan amal yang banyak?”. Orang Baduwi tersebut menjawab : ”Ya Rasulullah, saya ini orang dusun, mengenal Islam belum lama, shalat belum ajek (teratur), puasa belum sempurn, sedekah dan zakat belum saya kerjakan, apalagi haji. Saya ini orang melarat. Namun, begini Rasulullah, saya bermodalkan satu, yaitu senantiasa berangan-angan, kapan saya dapat bertemu dengan Baginda Rasullah SAW”. Nabi Muhammad SAW, menjawab : ”Engkau akan bersama dengan orang yang engakau cintai (maksudnya di syurga)”.
kapan datangnya hari kiamat?”. Nabi Muhammad SAW, sedikit tertegun, ada orang kok bertanya datangnya kiamat. Lalu Rasululllah SAW, berujar : ”Apakah kamu sudah siap dengan amal yang banyak?”. Orang Baduwi tersebut menjawab : ”Ya Rasulullah, saya ini orang dusun, mengenal Islam belum lama, shalat belum ajek (teratur), puasa belum sempurn, sedekah dan zakat belum saya kerjakan, apalagi haji. Saya ini orang melarat. Namun, begini Rasulullah, saya bermodalkan satu, yaitu senantiasa berangan-angan, kapan saya dapat bertemu dengan Baginda Rasullah SAW”. Nabi Muhammad SAW, menjawab : ”Engkau akan bersama dengan orang yang engakau cintai (maksudnya di syurga)”.
Kita mengenal Abu Lahab, dia adalah
seorang kafir yang sangat memusuhi Rasullullah SAW, sehingga namanya disebut
secara olok-olok dan caci maki di dalam Al Qur’an :
تبت
يدآابي لهب وتب (اللهب : ۱)
Artinya : ”Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa”. (Al Lahab : 1)
Membaca ayat ini
diyakini umat Islam di seluruh dunia sebagai suatu ibadah, seolah-olah mencaci-maki
dia dengan membaca ayat tersebut mendapat pahala yang besar. Namun, karena Abu
Lahab mempunyai rasa mahabbah dan bergembira atas kelahiran Rasullullah SAW,
yaitu waktu mendengar Rasulullah lahir dia bersorak sorai, sehingga Umu Aiman
yang member kabar kelahiran dianugerahi kemerdekaan. Abu Lahab yang dipastikan
masuk neraka, setiap hari senin, hari lahirnya Rasulullah, dia dikeluarkan dari
neraka, seolah-olah diliburkan dari siksa neraka. Apalagi kalau umat Islam yang
menyatakan rasa mahabbah dan gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, cukupkah
mengaku cinta (apalagi kepada Rasulullah SAW) hanya mengatakan ”Aku cinta
padamu”. Tentu saja tidak cukup, tetapi harus ada bukti-bukti yang rasional.
Saya teringat
seorang sufi dari Mesir, Rabi’ah Al Adawiyah. Untuk membuktikan rasa cintanya
kepada Allah SWT, Beliau membuat syair :
أحبك
حبين حب الهوى
وحبا لأنك أهل لﺬاك
فأما الﺬي
هوحب الهوى
فشغلي بﺬكري عمن سواك
وأماالﺬي
أنت أهل لﺬاك
فكشفك
عني حتى أراك
فلا الحمد في ﺫاوﺫاك ليا
ولكن لك
الحمد في ﺫاوﺫاك
Kucinta Engkau
dengan dua cinta
Cinta asmara dan
cinta karena memang Engkau selayaknya dicintai
Adapun cinta yang
karena asmara
Kusenantiasa
mengingat-Mu, melupakan selain Engkau
Sedang cinta
karena memang Engkau selayaknya dicintai
Engkau telah
membuka tabir diriku sehingga aku tahu siapa Engkau
Tiada pantas puji
untukku dalam ini dan itu
Tapi puji adalah
untuk-Mu dalam segala-galanya
Rabi’ah Al
Adawiyah mencintai Allah SWT, dengan dua macam cinta. Pertama cinta irasional,
yaitu dorongan asmara yang biasanya diwujudkan dalam lamunan, hayal, atau dalam
impian. Kedua cinta rasional, yaitu cinta yang lahir karena melihat dengan
perasaan kagum terhadap sifatnya sehingga dengan cinta jenis ini Rabi’ah Al
Adawiyah patuh dan taat terhadap segala perintah dan larangan-Nya.
Begitu halnya di
dalam kita mencintai Rasulullah SAW, seharusnya dengan dua macam cinta pula.
1. Pertama, karena dorongan asmara. Manifestasi dari rasa
cinta ini dapat diwujudkan dengan banyak membaca Shalawat dan
mengamalkan apa yang tertera dalam Qasidah Al Barjanji, sebab disini
penuh puji-pujian terhadap Rasulullah SAW. Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
أكثروا الصلاة علي فإن صلاتكم مغفرة لﺬنوبكم (رواه ابن عساكر عن الحسن)
Artinya : ”Memperbanyaklah
kamu sekalian bershalawat kepadaku karena sesungguhnya shalawatmu kepadaku itu
merupakan pengampunan bagi dosa-dosamu”. (HR. Ibnu Asakir)
Kemudian dalam sabda lain :
ألاأخبركم بأبخل الناس ؟ قالوا : بلى يارسول الله قال :
من ﺫكرت عنده فلم يصل علي فﺬالك أبخل الناس .
Artinya : ”Ingatlah,
Aku akan membertahu kepadamu tentang manusia yang paling pelit. Para sahabat
berkata : Silahkan Ya Rasullullah. Nabi bersabda : Barangsiapa yang namaku
disebut didekatnya tidak bershalawat kepadaku, itulah sepelit-pelit manusia”.
(Al Hadist)
Jadi, orang-orang yang dianggap paling kikir terhadap Rasulullah SAW,
adalah orang yang enggan membaca shalawat, apalagi sampai antipasti terhadap
bacaan tersebut.
Berbicara tentang cinta memang asyik. Hanya dengan satu kata ”cinta”
maka jarak jauh bisa jadi dekat, gunung bisa meletus, bahkan bumi dapat
dilipat. Orang itu, apapun selalu taat kepada siapa saja yang dicintai,
sampai-sampai kehilangan control diri. Hal ini dapat kita buktikan misalnya,
pada tingkah laku para pemuda yang sedang jatuh cinta kepada seorang gadis. Dia
sanggup menerjang dan menerobos halangan apapun untuk dapat bertemu dan
mendapatkan kekasihnya. Hujan lebat tidak jadi persoalan, petir
menyambar-nyambar tidak terdengar, gelap gulita bukan rintangan, lapar atau
haus tidak terasa, bahkan sakit dapat sembuh seketika. Kata pujangga ”cinta itu
buta” karena itu didalamnya ada unsur bilai (malapetaka).
Al kisah, konon seorang pemuda mendapat surat dari kekasihnya. Sebelum
isi surat dibuka terlebih dahulu perangkonya dilepas lalu ditelan. Dalam surat
balasan diceritakan bahwa hal itu dikerjakan karena berkeyakinan perangkonya
pasti ditempel dengan ludahnya. Akan tetapi, ternyata tidak bahkan kekasihnya
itu mengatakan :”terima kasih atas kemurnian cinta kasihmu, tetapi mohon maaf
karena yang menempelkan perangko waktu itu bukan saya, melainkan abang becak”.
Tentu saja pemuda tersebut nyengir kecut.
Seharusnya, rasa cinta dengan cara seperti itu juga untuk mencintai Nabi
Muhammad SAW. Kita harus taat secara total, meniru perilakunya dan sering menyebut
namanya. Sahabat Bilal pernah diperintah untuk membuang air seni Nabi tetapi
setelah dibawa pergi ternyata diminum. Setelah ditanya sahabat Bilal menjawab
bahwa perbuatan itu dilakukan karena cintanya kepada Nabi.
Diantara perwujudan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, tanda-tandanya
adalah senantiasa mengharapkan dapat bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, walaupun
hanya dalam mimpi. Sebab, mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, pada
hakekatnya menggambarkan rupa yang sebenarnya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW,
bersabda :
من رأني فى المنام فقد رأني فإن الشيطان لايتمثل بي (رواه البخارى وأحمد والترمﺬى عن أنس)
Artinya : ”Barangsiapa
melihat aku dalam mimpi, maka sesungguhnya dia melihat aku. Karena sesungguhnya
syaitan tidak dapat menyerupai aku”. (HR. Bukhari, Ahmad dan Turmudzi)
Penegasan Rasulullah bahwa siapa yang melihat dirinya berarti melihat
wajah Nabi Muhammad SAW, secara nyata, hal ini dapat dilihat pada hadist lain :
من رأني فقد رأى الحق فإن الشيطان لايتزايابى (متفق عليه عن أبى قتادة)
Artinya :
”Barangsiapa melihat aku maka sesungguhnya dia telah melihat aku nyata, karena
syaitan tidak bisa menyerupai aku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasa cinta terhadap Rasulullah itu mengandung beberapa keuntungan,
diantaranya :
a. Dengan rasa cinta terhadap Rasulullah SAW, segala yang
dikatakan dan segala yang diperintahkan akan mudah kita percayai dan kita
patuhi.
b. Dengan rasa cinta kepada Rasulullah SAW, Insya
Allah akan mimpi bertemu Rasulullah. Sedang mimpi bertemu Rasulullah menjadi
tanda akan bertemu dengan Beliau di syurga.
2. Kedua, Cinta karena simpati atau karena layak
dicintai. Agar kita simpati terhada Rasulullah SAW, maka syarat utamanya harus
mengenal apa, siapa, dan bagaimana Beliau. Bukankah simpati tidak mungkin
tumbuh dari orang yang belum saling tahu, belum saling kenal dan belum saling
mengerti? Bagi generasi muda harus melihat dan meneladani bagaimana prinsip
perjuangan Rasulullah SAW, yang kita memang dituntut untuk menirunya. Allah
SWT, berfirman sebagai berikut :
لقد كان لكم في رسول الله اسوة حسنة لمن كان يرجواالله
واليوم الاخروﺫكرالله كثيرا (الأهزاب : ۲۱)
Artinya : ”Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi
orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (keselamatan) pada hari kiamat
serta banyak menyebut nama Allah”. (Al Ahzab : 21)
Sumber : KH. Ali Ma'shum. 1993. Ajakan Suci : Pokok-pokok Pikiran Tentang Nahdlatul Ulama', Pesantren dan Ulama'. Pustaka Pelajar : Djogjakarta
Sumber : KH. Ali Ma'shum. 1993. Ajakan Suci : Pokok-pokok Pikiran Tentang Nahdlatul Ulama', Pesantren dan Ulama'. Pustaka Pelajar : Djogjakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar